Tema: Zakat Sebagai Instrumen Pemerataan
Kekayaan/Harta
Judul : Upaya Pengentasan Kemiskinan
Zakat menurut syara’ adalah
memberikan atau menyerahkan sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang
telah ditentukan syara’ dengan niat karena Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an banyak
terdapat ayat yang secara tegas memerintahkan untuk melaksanakan zakat. Dan
perlu diketahui bahwa perintah Allah SWT tentang zakat itu seringkali
beriringan dengan perintah shalat, ataupun sebaliknya. Zakat merupakan
ketentuan yang diperintahkan langsung oleh Allah memiliki hikmah yang begitu
penting. Zakat yang dikelola dengan baik, dapat digunakan untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan.
Zakat
merupakan salah satu ciri dari ekonomi Islam, karena zakat merupakan
implementasi dari azas keadilan sosial dalam sistem ekonomi Islam. Allah
menghendaki manusia dalam hidupnya saling tolong menolong gotong royong dan
selalu menjalin persaudaraan. Zakat merupakan al-ibadah al-maaliyah al-ijtimaa’iyah (ibadah dibidang
harta yang memiliki nilai sosial), yang memiliki posisi sangat penting,
strategis dan menentukan. Baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun sisi
pembangunan kesejahteraan umat.
Adanya perbedaan harta
kekayaan dan status sosial dalam kehidupan adalah sunatullah yang tidak mungkin
dihilangkan sama sekali. Bahkan dengan adanya perbedaan status sosial itu akan
membuat manusia saling membutuhkan satu sama lain. Dengan zakat, Allah SWT menyucikan harta, dan
menghendaki kebaikan untuk kebaikan manusia melalui hukum Allah, agar saling
tolong menolong dan selalu menjalin persaudaraan. Dan zakat adalah salah satu
instrumen yang paling efektif untuk menyatukan umat manusia dalam naungan
kecintaan dan kedamaian hidup didunia untuk meraih kebaikan di akhirat.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat At-Taubah ayat 103 yang artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoaalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”. (Q.S At-Taubah ayat
103)
Dampak zakat atas kemaslahatan
masyarakat dan perekonomian Islam sangatlah jelas. Karena dalam zakat itu
sendiri terdapat unsur pemberian bantuan kepada orang-orang fakir, disamping
mewujudkan kepentingan yang besifat umum. Dengan zakat berarti kekayaan itu
didistribusikan dari kalangan orang-orang kaya kepada orang-orang fakir. Dengan
cara seperti ini, maka terdapat unsur pemerataan kekayaan sehingga kekayaan
tidak menggelembung di pihak tertentu, sementara masih adanya kemelaratan di
pihak yang lain.
Seperti kita
ketahui bersama, kemiskinan terus menjadi masalah utama pembangunan hingga era
modern saat ini. Kemiskinan tetap ada walaupun berada ditengah tingkat pertumbuhan yang meyakinkan.
Salah satu instrument terpenting dalam Islam untuk mengatasi kemiskinan adalah
zakat. Zakat adalah instrumen religius yang membantu individu dalam masyarakat
untuk menolong orang lain seperti fakir dan miskin yang tidak mampu menolong dirinya
sendiri. Dampak zakat terhadap upaya pengentasan masalah kemiskinan adalah
sesuatu yang signifikan dan berjalan secara otomatis di dalam sistem Islam.
Zakat
merupakan pajak spiritual yang wajib dibayar oleh setiap orang muslim. Dalam
kondisi apapun. Karena itu, penerima zakat cenderung stabil. Hal ini akan
menjamin keberlanjutan program pengentasan kemiskinan yang umumnya membutuhkan
dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Selain itu penggunaan
atau alokasi dana zakat sudah ditentukan secara pasti di dalam syari’at Islam
(QS. At-taubah:60) ayat ini menjelaskan dimana zakat hanya diperuntukkan bagi
delapan golongan (asnaf) saja, yaitu fiqara (fakir), masakin (miskin), amilin
alaih (orang yang mengelola zakat), muaallafatul qulub (orang yang dijinakan
hatinya), fir riqab (membebaskan budak), gharimin (orang yang berutang), fi
sabilillah (berjuang dijalan Allah), dan ibn nus sabil (orang yang sedang dalam
perjalanan). Selain kedelapan asnaf ini tidak di halalkan untuk menerima zakat.
Lebih jauh lagi al-Qur’an menyebut fakir dan miskin, sebagai kelompok pertama
dan kedua dalam daftar penerima zakat. Maka merekalah yang mendapat perioritas
dan pengutamaan dalam al-Qur’an. Artinya mengatasi masalah kemiskinan merupakan
tujuan utama dari zakat.
Dengan
berbagai karakterisktik tersebut, keberadaan zakat dalam kerangka ekonomi
sosial Islam menjadi basis yang kuat bagi program pengentasan kemiskinan secara
berkelanjutan. Sebagai sebuah instrumen fiskal yang berpihak kepada pihak
kelompok miskin dan menjadi program wajib pengentasan kemiskinan bagi setiap
rezim pemerintahan, zakat sangat superior dibandingkan instrumen fiskal konvensional
Islam
memandang kemiskinan merupakan satu hal yang bisa membahayakan aqidah, akhlak,
kelogisan berpikir, keluarga dan juga masyarakat. Islam juga menganggapnya
sebagai musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi. Terlebih jika
kemiskinan tersebut semakin banyak maka ia akan menjadi kemiskinan yang mampu
membuatnya lupa kepada Allah dan kemanusiaannya. Hal itu disebabkan oleh adanya
keterkaitan yang kuat antara kefakiran dan kekafiran, karena kefakiran
merupakan satu langkah menuju kekafiran. Hal ini karena orang yang fakir miskin
cenderung memiliki potensi didalam dirinya untuk menebarkan benih keraguan
terhadap kebijaksanaan Ilahi mengenai pembagian rezeki.
Allah telah menyinggung kita
dalam surat Al-Maun ayat 1-3 yang artinya
“tahukah kamu orang yang mendustakan agama, maka itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”. Orang
yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong orang lain memberi makan orang
miskin tersebut dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama. Orang yang
tidak menghimbau orang lain untuk
memberi makan orang miskin maka orang tersebut tidak pernah pula memberi
makan orang miskin tersebut. Jadi apabila seseorang tidak mampu memenuhi
harapan orang miskin, maka ia harus meminta orang lain untuk melakukannya.
Selanjutnya dalam surat azd-Dzariat dijelaskan bahwasannya di dalam harta benda
mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.
Yang dimaksud mereka di dalam ayat diatas adalah kita sebagai orang yang mampu
atau yang memiliki harta kekayaan.
Digambarkan disini orang yang
bertakwa adalah orang yang menyadari sepenuhnya bahwa kekayaan atau harta benda
yang kita miliki bukanlah milik kita sendiri yang dapat dipergunakan semau
kita, tetapi didalamnya terdapat hak-hak orang lain yang butuh. Dan hak
tersebut bukan pula merupakan hadiah atau sumbangan karena kemurahan hati kita,
melainkan sudah merupakan hak orang-orang tersebut. Maka dari itu sangat
keterlaluan jika kita tidak mengeluarkan zakat dan ingin menikmati kekayaan
kita sendiri tanpa menoleh saudara kita yang tidak mampu atau miskin.
Zakat
memiliki peran penting dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Karena adanya
perintah zakat sebenarnya dimaksudkan agar tingkat kemiskinan tidak sampai
terjadi, atau minimal tingkat kemiskinan dapat diminimalisir. Adanya perintah
zakat juga memperjelas bahwa Islam mengajarkan pemerataan ekonomi, agar
kekayaan tidak berkutat pada gologan elit saja hingga kesenjangan antara miskin
dan kaya tidak nampak mencolok.
Dalam hal tata cara dan perhitungannya zakat
tergolong ibadah mahdloh, akan tetapi zakat ini memiliki nilai sosial yang
tinggi dan kental. Sehingga dalam pelaksanaanya zakat tidak dilakukan secara
masing-masing tetapi ada sekelompok orang yang khusus untuk mengelola zakat tersebut, seperti BAZNAS, LAZ
atau lembaga penerima zakat yang lainnya.
Zakat
dikenakan pada basis yang luas meliputi berbagai aktivitas perekonomian. Zakat
dipungut dari produk pertanian, hewan peliharaan, simpanan emas dan perak,
aktifitas perniagaan dan barang tambang yang diambil dari perut bumi. Dengan
demikian potensi zakat sangatlah besar untuk modal dalam pengentasan
kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar